apasebab.com – Kena mental. Beberapa tahun belakangan, istilah ini umum digunakan, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Kena mental ini bisa terjadi di mana-mana. Dari pergaulan sehari-hari sampai di dalam urusan kerja.
Kena mental ini bisa terjadi di mana-mana. Dari pergaulan sehari-hari sampai di dalam urusan kerja.
Siapa pun bisa kena mental, termasuk kita. Dan sialnya, kita pun bisa menjadi penyebab orang lain kena mental.
Duh, jangan sampai, deh!
Kena mental adalah istilah untuk menggambarkan kondisi seseorang yang mengalami tekanan psikologi dan emosional, sehingga memengaruhi performa orang tersebut dalam bekerja, berkarya, atau bahkan untuk hidup normal sehari-hari.
Istilah yang banyak digunakan oleh generasi gaul di media sosial ini ternyata punya dampak serius.
Sebenernya sih, apa pun yang berkaitan dengan mental adalah masalah serius. Jangan main-main deh kalau urusannya udah dengan mental.
Namun, working life tak selalu semanis yang dibayangkan. Di dunia kerja selalu saja ada intrik, konflik, dan permasalahan yang bisa membuat seseorang kena mental.
Apa saja yang bisa menjadi penyebab kena mental di dunia kerja? Berikut ini adalah berapa penyebabnya:
Sayangnya, praktik di lapangan bisa saja berbeda. Misalnya harus melakukan pekerjaan di luar job desk, jadwal yang padat, tenggat waktu yang ketat, dan target yang nggak ngotak.
Waktu untuk beristirahat pun otomatis akan berkurang. Di rumah pun kadang masih menyelesaikan pekerjaan kantor.
Apesnya lagi kalau semua semua ekstra-ekstra kerja itu tidak disertai dengan eksta penghasilan. Gajinya satu, kerjaannya tak terhingga.
Biasanya, satu-satunya alasan bawahan masih bertahan adalah butuh uang. Sesakit apa pun, tahan saja karena butuh uang untuk bertahan hidup.
Uang memang didapat, tapi mental perlahan-lahan hancur.
Dalam Hieraki Kebutuhan yang dicetuskan oleh Abraham Maslow pada tahun 1943, manusia memiliki 5 tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi.
Tingkat keempat kebutuhan manusia adalah self esteem (penghargaan). Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk diapresiasi dan diakui.
Tidak adanya penghargaan atas kerja keras yang telah dilakukan atau atas prestasi yang diraih, dapat memunculkan rasa putus asa dan demotivasi.
Duh, jangan sampai, deh!
Kena Mental adalah
Sebagai awal, kita ketahui dulu apa yang dimaksud dengan kena mental.Kena mental adalah istilah untuk menggambarkan kondisi seseorang yang mengalami tekanan psikologi dan emosional, sehingga memengaruhi performa orang tersebut dalam bekerja, berkarya, atau bahkan untuk hidup normal sehari-hari.
Istilah yang banyak digunakan oleh generasi gaul di media sosial ini ternyata punya dampak serius.
Sebenernya sih, apa pun yang berkaitan dengan mental adalah masalah serius. Jangan main-main deh kalau urusannya udah dengan mental.
Penyebab Kena Mental
Bekerja merupakan usaha seseorang untuk mendapatkan penghasilan, mengembangkan kemampuan diri, serta meraih tujuan tertentu dalam hidup.Namun, working life tak selalu semanis yang dibayangkan. Di dunia kerja selalu saja ada intrik, konflik, dan permasalahan yang bisa membuat seseorang kena mental.
Apa saja yang bisa menjadi penyebab kena mental di dunia kerja? Berikut ini adalah berapa penyebabnya:
1. Beban kerja
Seorang pekerja harus memiliki job desk yang jelas. Idealnya, job desk sudah disampaikan di awal mulai bekerja, beserta target yang diharapkan akan dicapai.Sayangnya, praktik di lapangan bisa saja berbeda. Misalnya harus melakukan pekerjaan di luar job desk, jadwal yang padat, tenggat waktu yang ketat, dan target yang nggak ngotak.
Waktu untuk beristirahat pun otomatis akan berkurang. Di rumah pun kadang masih menyelesaikan pekerjaan kantor.
Apesnya lagi kalau semua semua ekstra-ekstra kerja itu tidak disertai dengan eksta penghasilan. Gajinya satu, kerjaannya tak terhingga.
2. Atasan
Atasan juga bisa menyebabkan bawahannya kena mental. Atasan yang otoriter, suka meremehkan, kasar, mulutnya seperti tumpukan sampah di Bantar Gebang, atau suka melecehkan akan menjadi racun bagi kesehatan mental bawahannya.Biasanya, satu-satunya alasan bawahan masih bertahan adalah butuh uang. Sesakit apa pun, tahan saja karena butuh uang untuk bertahan hidup.
Uang memang didapat, tapi mental perlahan-lahan hancur.
3. Kurang apresiasi
![]() |
Manusia punya kebutuhan untuk diapresiasi. |
Dalam Hieraki Kebutuhan yang dicetuskan oleh Abraham Maslow pada tahun 1943, manusia memiliki 5 tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi.
Tingkat keempat kebutuhan manusia adalah self esteem (penghargaan). Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk diapresiasi dan diakui.
Tidak adanya penghargaan atas kerja keras yang telah dilakukan atau atas prestasi yang diraih, dapat memunculkan rasa putus asa dan demotivasi.
Baca Juga: Orang Menangis Bukan Hanya karena Sedih
Bisa-bisanya!
Bisa saja, apalagi kalau sudah berurusan dengan memperebutkan jabatan (yang tentu berpengaruh pada take home pay).
Hati-hati curhat dengan rekan kerja karena bisa menyebar cepat menjadi gosip di kantor.
Cukup bayangkan saja, karena kalau menjalaninya sendiri belum tentu kamu kuat.
4. Rekan kerja
Tak usah berangan-angan untuk menjalin persahabatan erat dengan rekan kerja. Sering terjadi, rekan kerja yang dianggap sahabat justru menjadi penikam yang paling berbahaya. Bukan hanya menikam dari belakang, tetapi juga dari samping kiri, samping kanan, bahkan frontal dari depan.Bisa-bisanya!
Bisa saja, apalagi kalau sudah berurusan dengan memperebutkan jabatan (yang tentu berpengaruh pada take home pay).
Hati-hati curhat dengan rekan kerja karena bisa menyebar cepat menjadi gosip di kantor.
5. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja ini lebih luas daripada sekadar rekan kerja. Coba bayangkan, gimana rasanya bekerja di lingkungan yang penuh diskriminasi, intrik, budaya kerja yang tidak sehat, dan toxic?Cukup bayangkan saja, karena kalau menjalaninya sendiri belum tentu kamu kuat.
Baca Juga: Bertahan dalam Pernikahan Sakit
Itu sih lebih ke orangnya aja yang tidak siap untuk bekerja, tetapi beralasan working life yang ia hadapi tidak baik untuk kesehatan mentalnya.
Kalau sudah bekerja dengan baik, sudah berprestasi, sudah mencapai KPI (Key Performance Indicator), tetapi terus ditekan oleh atasan, diberi target yang nggak ngotak, atau dilecehkan ... nah, itulah masalah sebenarnya yang bisa mengancam mental health.
Jika dibiarkan berkepanjangan tanpa penanganan, dampak mental health di dunia kerja bisa menjadi sangat serius, misalnya:
Masalah kesehatan mental tidak bisa diabaikan dan dibiarkan berlarut-larut. Beberapa cara berikut dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi”
Baca Juga: Kenapa Orang Tidak Menikah?
Dampak bagi Mental Health
Mental health sering dijadikan tameng oleh sebagian orang. Jam kerja 8 to 5, dibilangnya tidak baik untuk kesehatan mental. Ditegur supaya lebih fokus bekerja, malah nyolot bilang itu toxic.Itu sih lebih ke orangnya aja yang tidak siap untuk bekerja, tetapi beralasan working life yang ia hadapi tidak baik untuk kesehatan mentalnya.
Kalau sudah bekerja dengan baik, sudah berprestasi, sudah mencapai KPI (Key Performance Indicator), tetapi terus ditekan oleh atasan, diberi target yang nggak ngotak, atau dilecehkan ... nah, itulah masalah sebenarnya yang bisa mengancam mental health.
Jika dibiarkan berkepanjangan tanpa penanganan, dampak mental health di dunia kerja bisa menjadi sangat serius, misalnya:
- Produktivitas kerja menurun
- Hilangnya motivasi
- Burn out
- Gangguan kecemasan
- Depresi
- Kesehatan fisik terganggu
- Konflik rumah tangga
- Bundir
Cara Mengatasi Masalah Mental Health
![]() |
Masalah mental health bisa berdampak serius. |
Masalah kesehatan mental tidak bisa diabaikan dan dibiarkan berlarut-larut. Beberapa cara berikut dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi”
- Sampaikan keluhan secara langsung pada atasan atau melalui HRD. Tapi kalau masalahnya ada pada atasan dan lingkungan kerja yang toxic, cara ini memang susah.
- Batasi waktu kerja hanya pada jam kerja di kantor alias tidak perlu membawa pulang pekerjaan kantor.
Di negara-negara seperti Australia, Belgia, Italia, dan Irlandia, selepas jam kantor atasan tidak boleh menghubungi bawahannya untuk urusan pekerjaan atau akan dikenakan denda. Kapan ya di WkwkLand bisa begitu? - Cari support system yang selalu mendukung secara positif, serta mau mendengarkan curhat tanpa membocorkannya pada orang lain.
- Jadwalkan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Mereka adalah orang-orang profesional yang akan mendengarkan segala curhatan kita dan membantu mengatasi masalah.
- Lingkungan kerja sudah terlalu toxic? Segera siapkan CV terbaru dan bersiaplah untuk pindah kerja.
Penutup
Sangat perlu membedakan mana yang memang malas dan banyak alasan dalam bekerja, dan mana yang mendapat banyak tekanan hingga kena mental.
Jika lingkungan kerja sudah tidak sehat, bahkan membuat keselamatan kita terancam, segera pertimbangkan untuk pindah ke lingkungan baru atau segera mencari bantuan konselor profesional.
Masalah kesehatan mental adalah sesuatu yang sangat serius dan perlu segera ditangani.
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu, ya. Terima kasih.