apasebab.com - Menikah dengan lelaki idaman, lalu
hidup bahagia selamanya seperti dalam kisah-kisah dongeng. Sebuah cerita yang
selalu diakhiri dengan kalimat …and they live happily ever after.
Sepertinya itu
menjadi impian banyak orang. Terutama para perempuan yang di masa kanak-kanaknya
kenyang dengan dongeng indah putri-putri kerajaan.
Bertahan dalam Pernikahan
Impian yang menyenangkan. Sayangnya, kenyataan hidup sering tak bejalan dengan impian. Rumah bukan lagi tempat yang nyaman. Rumah kosong tanpa cinta dan kasih sayang.
Kehidupan pernikahan tak menentramkan
lagi. Impian masa kanak-kanak itu pun hancur berkeping-keping.
Namun, tak
sedikit perempuan yang mempertahankan pernikahan. Sesakit apa pun, seluka apa
pun, mereka tetap bertahan.
Sahabat dan orang-orang
di sekitarnya boleh saja merasa geregetan. Namun, ia bergeming. Tetap bertahan
dalam pernikahan yang sudah tidak sehat.
Hebat!
Hebat? Tunggu
dulu. Coba lihat apa alasan mereka bertahan.
Semua pasti ada sebabnya. Begitu juga dengan mereka yang
memilih mempertahankan pernikahannya yang sudah keropos. Yang kadang-kadang
mempertaruhkan kewarasan, bahkan nyawa.
Alasan Mempertahankan Penikahan
Mari kita lihat,
apa saja yang membuat seorang perempuan bertahan dalam pernikahan yang sakit.
1. Stigma negatif tentang janda
- Janda ganjen. Janda gatel. Janda penggoda suami orang.
- Duda ganjen. Duda gatel. Duda penggoda istri orang.
Mana yang lebih lazim terdengar di masyarakat? Yup, betul. Yang pertama. Lalu bagaimana dengan yang berikut ini:
- Janda keren.
- Duda keren.
Mana yang lebih
umum? Yes, betul. Yang kedua.
Begitulah.
Banyak perempuan yang memilih bertahan dalam pernikahan sakit karena takut
menyandang status sebagai janda.
Bagaimana tidak
takut kalau belum-belum sudah dipandang negatif? Jadi, biar terserahlah mau
babak belur atau diselingkuhi sejuta kali. Yang penting tetap terikat status
pernikahan.
2. Kasihan anak-anak.
Ini alasan yang
sangat sering dikemukakan. Entah oleh si istri yang berada dalam kondisi
“kumenangiiis….” atau oleh orang lain di dekatnya.
“Jangan egois. Kalau kamu bercerai dengan suamimu, kasihan anak-anakmu. Mereka jadi anak broken home.”
Bertahan meskipun terluka. |
Umumnya kita
menganggap perceraian adalah bukti nyata keegoisan orangtua.
Banyak pula dari
kita yang menganggap anak broken home adalah anak yang orangtuanya
bercerai.
Padahal, tidak
begitu.
Orangtua yang
bertahan dalam pernikahan tetapi setiap saat ribut, tidak lagi menjunjung nilai-nilai sakral
pernikahan, tak peduli pada tumbuh kembang anak, melakukan kekerasan fisik dan
psikis … mereka sedang membentuk anak menjadi broken home.
Bagaimana anak bisa
tumbuh dengan normal jika setiap hari melihat ayah menganiaya ibu?
Bagaimana anak
akan tumbuh dengan baik jika setiap hari melihat ibu menangiiiiis karena
menjadi korban KDRT si ayah?
Kasihan anak-anak,
katanya. Kata orang-orang di sekitarnya. Hm … nggak kasihan tuh sama ibunya
yang hampir mati karena dianiaya?
3. Ketergantungan ekonomi.
Ya, ada
perempuan yang memilih bertahan dalam pernikahan sakit karena masalah ekonomi.
Selama ini suami
yang bekerja. Setiap bulan suami memberi uang dalam jumlah banyak. Atau
kalaupun tidak banyak, cukuplah untuk makan, uang sekolah anak-anak, beli skincare,
dan hidup layak.
Kalau bercerai …
bagaimana urusan memenuhi kebutuhan hidup nanti? Kalau bercerai, belum tentu
mendapat harta gono-gini. Belum tentu mantan suami mau menafkahi anak-anak.
Jadi … ya
sudahlah. Terserah saja suami mau berbuat apa. Yang penting uang bulanan lancar
dan tidak berkurang serupiah pun.
Ah, tapi banyak
tuh perempuan bekerja yang bertahan dalam pernikahan meskipun suaminya tukang
selingkuh.
Iya, memang.
Berarti penyebab bertahannya bukan poin yang ini, melainkan poin lainnya.
4. Paksaan keluarga
Mempertahankan
pernikahan yang sudah berdarah-darah karena dipaksa oleh keluarga. Yes, itu
beneran nyata ada. Seperti nyata ada kawin paksa di dalam masyarakat kita.
“Kalau kamu
sampai bercerai, itu sama saja kamu membuat malu keluarga.”
Demi menjaga
nama keluarga, maka pernikahan yang sudah tidak keruan itu pun tak boleh
diakhiri.
Sudah sepatah itu.... |
Kasus yang
terjadi di Bali dan pernah ramai beberapa tahun lalu mestinya bisa dijadikan
pelajaran.
Si istri yang
sudah tak tahan dianiaya suaminya, mengatakan keinginannya untuk bercerai.
Namun, keluarganya melarang.
Apa yang terjadi
kemudian?
Si istri harus
kehilangan kakinya, bahkan hampir kehilangan nyawa. Penyebabnya?
Yes, betul.
Dianiaya secara membabi-buta oleh sang suami. Dan disaksikan oleh anak mereka
yang masih kecil.
5. Mengharap surga
Dalam agama
Islam, menikah adalah menggenapkan setengah agama. Tinggal mencari setengahnya
lagi agar bisa melangkah masuk ke surga.
Tapi … eh,
tunggu dulu! Itu pernikahan yang seperti apa?
Pernikahan
dibangun oleh sepasang manusia yang disebut suami dan istri. Masing-masing
memiliki hak dan kewajiban. Suami memiliki hak dan kewajiban. Istri memiliki
hak dan kewajiban.
Tidak ada yang
hanya memiliki hak. Juga tidak ada yang hanya dibebani kewajiban.
Istri harus taat
kepada suami. Tapi, suami seperti apa dulu? Suami yang bejat dan khianat, suami
yang membawa mudharat, suami yang menyakiti lahir batin, suami yang tak
memenuhi kewajibannya … apakah masih pantas ditaati?
Tapi ya, banyak
yang mempertahankan pernikahannya yang sudah babak-belur dengan alasan ini.
6. Bucin sejati.
"Apa pun yang terjadi
aku akan bertahan karena dia cinta sejatiku."
"Apa pun yang
terjadi aku tidak akan meninggalkannya."
I jump, you jump. Oh maaf. Itu Jack Dawson dan Rose
ikutan komen dari kapal Titanic.
Di mata bucin sejati, pasangannya selalu benar. Kalaupun toxic atau menyeleweng, ya tutup mata saja. Pura-pura tidak tahu.
Pernikahan yang sakit. |
Tak ada enaknya
menjalani pernikahan yang sakit. Pikiran tak tenang, jiwa terluka, fisik pun
tersiksa.
Ada yang memilih
bertahan. Namun, ada pula yang memilih meninggalkan pernikahan sakit itu. Pergi
jauh. Menjemput kebahagiaan yang baru. Menciptakan kebahagiaan yang tanpa
toxic.
***
Kenapa orang bertahan dalam pernikahan yang tidak sehat?
BalasHapusbanyak yang bertahan karena stigma masyarakat tentang perceraian. yang dilihat jandanya dll. Padahal emang betul, jika keluarga atau pasangan sudah tidak harmonis, justru malah akan membuat anak jadi stress dan menderita.
BalasHapusSemua alasan benar, kak.
BalasHapusAku kepikiran banyak hal "Mengapa orang bertahan dalam hubungan yang toxic?"
Salah satu hal yang paling ditakutkan wanita adalah stigma negatif yang melekat pada dirinya dan bagaimana ia harus berjuang merawat sang buah hati di tengah masyarakat dengan pandangan tersebut?
Bagaimana psikologis anak-anak?
Sungguh berat tapi selama masih bisa dipertahankan dengan ikhtiar dan doa, semoga pernikahan berujung bahagia.
alasan kasihan anak-anak itu, aslinya bukan membahagiakan anak sih ya karena kalau tetap bertahan tapi kondisinya ortunya tidak akur, sering berantem malah lebih kasihan sih ya :(
BalasHapusKebanyakan alasan demi anak yang bikin bertahan padahal rumah tangganya sudah tidak sehat
BalasHapusPadahal kalau gini, anak juga jadi korban
Kebanyakan bertahan karena anak-anak ya kayaknya yang kulihat, tapi gak sehat juga berumah tangga taoi saling tersakiti terus
BalasHapus