apasebab.com – Gaya hidup minimalis dan frugal living belakangan menjadi semacam tren, terutama di kalangan generasi milenial dan gen z.
Banyak sih yang menjadi penyebabnya. Ada yang berangkat dari kesadaran. Ada yang sekadar ikut-ikutan dan FOMO. Ada pula karena bosan melihat gaya generasi x dan generasi boomer yang menurut mereka sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang.
Misalnya, nih. Di masa boomer, tren furnitur rumah adalah yang terbuat dari kayu, berukuran besar, serta dipercantik dengan ukiran.
Set meja-kursi tamu, tempat tidur, lemari pakaian, lemari makan, set meja-kursi makan, dan sebagainya berukuran besar. Belum lagi guci-guci hias di berbagai pojok rumah.
Terlihat penuh dan sumpek di mata generasi baru, tapi terlihat gaya dan bergengsi di mata generasi lama.
Anak-anak milenial dan zilenial yang jenuh melihat itu, kemudian “memberontak” dan memilih gaya hidup yang lebih minimalis. Terlebih dengan adanya kesadaran bahwa manusia semakin banyak, lahan semakin sempit, biaya hidup makin nggak ngotak, dan hidup makin ruwet.
Mengenal Gaya Hidup
Gaya hidup bukanlah hidup sekadar bergaya, melainkan pola hidup seseorang yang tercermin pada aktivitasnya sehari-hari, minatnya, bahkan pemikirannya.Gaya hidup itu sendiri bukanlah sesuatu yang negatif. Menjadi salah jika memilih menerapkan gaya hidup yang bisa merusak kesehatan dan membahayakan lingkungan. Contoh gaya hidup negatif ini adalah hedonisme.
Orang dengan gaya hidup hedonisme (dalam bahasa gaul biasa disebut “hedon” saja) ini suka berfoya-foya, konsumtif, mengejar gengsi dan kemewahan, mengutamakan kesenangan dan kepuasan sesaat, serta tidak berpikir panjang.
Orang dengan gaya hidup hedon begitu rawan terjerat utang
Namun, gaya hidup pun bisa positif. Misalnya gaya hidup sehat, antara lain ditandai dengan aktif berolahraga, mengonsumsi makanan sehat, tidak merokok, tidak meminum minuman beralkohol, serta dapat mengelola stres.
Belakangan ini, ada tiga gaya hidup yang menarik perhatian banyak orang, terutama dari kalangan muda. Ketiga gaya hidup itu adalah gaya hidup minimalis, frugal living, dan zero waste.
1. Minimalis
![]() |
Decluttering, menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak dibutuhkan. |
Gaya hidup minimalis (minimalist lifestyle) merupakan pola hidup yang berfokus pada penyederhanaan kehidupan sehari-hari.
Orang-orang dengan gaya hidup seperti ini hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan. Mereka juga menyukai barang yang simpel dan multifungsi.
Sementara itu, barang-barang lama yang terbukti sudah tidak dibutuhkan ya dikeluarkan saja.
Sering ada kesalahpahaman tentang gaya hidup minimalis ini. Sebagian orang menganggap hidup minimalis berarti rumah kecil dan murah, perabotan sederhana, menggunakan fashion murah, dan sebagainya. Padahal tidak begitu.
Harga rumah minimalis sering kali lebih mahal daripada rumah biasa. Rumah minimalis juga bukan berarti rumah berukuran kecil, melainkan rumah yang didesain khusus supaya semua bagiannya berfungsi maksimal untuk mendukung aktivitas dan kenyamanan penghuni rumah.
Begitu juga dengan perabotan dan pilihan fashion. Lebih baik membeli sepatu seharga Rp 1 juta tapi awet sampai 15 tahun daripada membeli sepatu seharga Rp 75.000 tapi baru sebulan sudah jebol dan harus membeli yang baru.
Ada kualitas ada harga.
Baca Juga: Dunia Pendidikan Tidak Baik-baik Saja
2. Frugal Living
![]() |
Normalisasi membawa bekal makan dari rumah. |
Gaya hidup yang juga mulai banyak menjadi pilihan adalah frugal living. Gaya hidup ini banyak jadi perbincangan ketika film Home Sweet Loan tayang di bioskop.
Kaluna, tokoh utama dalam film tersebut, adalah seorang perempuan muda yang menerapkan gaya hidup frugal living. Kaluna bekerja keras dan hidup sesederhana mungkin agar bisa mencapai tujuannya, yaitu membeli rumah.
Frugal living adalah pilihan bagi mereka yang memiliki uang dan memiliki tujuan tertentu dengan uang tersebut, misalnya untuk membeli rumah, naik haji jalur furoda, atau kuliah di luar negeri.
Mereka memiliki perencanaan keuangan, menjalani hidup sederhana dan menekan kesenangan konsumtif demi mencapai tujuan.
Penganut frugal living tak gengsi membeli baju bekas atau furnitur bekas. Yang penting kondisinya masih bagus dan harganya murah. Mereka pun pede saja membawa bekal makan siang dari rumah agar bisa berhemat.
Untuk transportasi, jika ada transportasi umum yang murah dan cepat, kenapa harus mengendarai mobil pribadi? Jika bisa berjalan kaki untuk tujuan yang dekat, kenapa harus naik motor?
Pergi ke tempat wisata yang berbayar pun harus dihitung dengan cermat. Kalau masih ada taman-taman kota dan museum yang gratis, kenapa tidak pilih yang gratis saja?
Intinya, gaya hidup frugal living menekankan pada kesederhanaan dan hemat, sekaligus memiliki tujuan yang jelas.
3. Zero Waste
![]() |
Berbelanja dengan sistem refill. |
Gaya hidup minim sampah (zero waste lifestyle) semakin dilirik ketika masalah persampahan tak kunjung ada solusi nyata.
Salah satu yang mencoba menerapkan gaya hidup ini adalah Andina, alumnus ITB yang juga pemilik blog Sunglow.Me
Meski masih menemui banyak kendala, usaha Andina perlu diapresiasi. Semoga semakin banyak orang yang tergerak untuk meminimalkan sampah.
Sekarang saja, banyak kota di Indonesia tak berdaya mengatasi masalah sampah. Bahkan, untuk urusan sampah makanan, Indonesia menjadi juara dunia. So sad.
Baca Juga: Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?
Daripada terus menyalahkan pemerintah yang lambat bergerak dan masyarakat yang hobi nyampah, lebih baik mulai dari diri sendiri. Salah satunya dengan menerapkan gaya hidup minim sampah.
Orang-orang yang menjalankan life of zero waste ini menerapkan prinsip 3R (reuse, reduce, recycle). Bagi mereka, kaleng Khong Guan isi ranginang adalah sebuah usaha reuse.
Mereka memilah sampah dari rumah sendiri. Sampah organik dijadikan pakan ternak, kompos, pupuk cair organik, atau ecoenzym. Sampah anorganik dibersihkan lalu disetor ke bank sampah, dijual ke tukang rongsokan, atau diberikan kepada pemulung.
Mereka membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi pemakaian kantong kresek. Jika jajan makanan pun pun mereka membawa wadah sendiri.
Mereka yang berusaha menjalankan gaya hidup minim sampah pun menghadapi tantangan.
Apa pun pilihan gaya hidup positifmu, jika kamu termasuk generasi sandwich pastikan untuk membaca artikel Tips Mengelola Keuangan bagi Generasi Sandwich ya.
Meski masih menemui banyak kendala, usaha Andina perlu diapresiasi. Semoga semakin banyak orang yang tergerak untuk meminimalkan sampah.
Sekarang saja, banyak kota di Indonesia tak berdaya mengatasi masalah sampah. Bahkan, untuk urusan sampah makanan, Indonesia menjadi juara dunia. So sad.
Baca Juga: Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?
Daripada terus menyalahkan pemerintah yang lambat bergerak dan masyarakat yang hobi nyampah, lebih baik mulai dari diri sendiri. Salah satunya dengan menerapkan gaya hidup minim sampah.
Orang-orang yang menjalankan life of zero waste ini menerapkan prinsip 3R (reuse, reduce, recycle). Bagi mereka, kaleng Khong Guan isi ranginang adalah sebuah usaha reuse.
Mereka memilah sampah dari rumah sendiri. Sampah organik dijadikan pakan ternak, kompos, pupuk cair organik, atau ecoenzym. Sampah anorganik dibersihkan lalu disetor ke bank sampah, dijual ke tukang rongsokan, atau diberikan kepada pemulung.
Mereka membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi pemakaian kantong kresek. Jika jajan makanan pun pun mereka membawa wadah sendiri.
Penutup
Di tengah kehidupan hedon, menerapkan gaya hidup minimalis dan frugal living jelas butuh perjuangan tersendiri.Mereka yang berusaha menjalankan gaya hidup minim sampah pun menghadapi tantangan.
Apa pun pilihan gaya hidup positifmu, jika kamu termasuk generasi sandwich pastikan untuk membaca artikel Tips Mengelola Keuangan bagi Generasi Sandwich ya.
Selama itu baik, tren hidup seperti ini juga bisa diikuti ya kak. Aku juga udh ngikutin yg zero waste. Kyk bawa kantong sendiri pas belanja, buang sampah organik utk kompos, botol air dikumpulkan utk diolah/dijual. Begitu jg dgn Frugal Living yg bs lbh menghemat pengeluaran dan rumah minimalis yg ga bikin repot utk ngerawat. Hidup itu udh susah. So make it simple to live a better way. Hehe
BalasHapusaku suka orang yg gaya hidupnya minimalist, keknya mereka tenang aja gitu meski ditengah keglamoran. jadi terkesan hidup sederhana
BalasHapusSampah memang meresahkan ya. Mau yg bisa didaur ulang maupun tidak selalu menumpuk.
BalasHapusSedih banget di Cianjur Selatan ini malah ga punya tempat pembuatan sampah akhir. Jadinya pada buang sampah ke sungai...
Ngeri kan?
Kadang suka bertanya juga kenapysih lifestyle orang Indonesia itu kok pengen instan melulu? Kenapa gak memikirkan kerugiannya...
Frugal living tuh sebenernya kuncinya tahan gengsi gak sih... karena sebenarnya penyakit orang sekarang tuh ngikutin gaya.. pengen jadi si paling update bahkan fomo... yang sebenrnya gak perlu2 amat jadi wasting banyak hal termasuk finansial.. hidup minimalis menormalisasi banyak hal sederhana dan apa adanya bikin hidup gak banyak beban pastinya
BalasHapusPingin banget konsisten menerapkan gaya hidup minimalis dan frugal living seperti ini, demi tercapainya tujuan keuangan. Mimpinya pingin a, b, c... panjaaang banget.
BalasHapusTapi memang gak mudah yaa..
Terlebih godaan kemudahan belanja online ituuu.. dereess sekalii..
Sudah beberapa tahun ini menjalankan gaya hidup minimalis dan zero waste. Awalnya agak sulit buat konsisten karena mungkin belum terbiasa. Namun seiring waktu, alhamdulillah ternyata lebih nyaman dengan pilihan gaya hidup ini.
BalasHapus