Tips Mengelola Keuangan bagi Generasi Sandwich

Tips mengelola keuangan

apasebab.com Perencanaan keuangan perlu dilakukan oleh semua orang, terutama yang sudah (atau bahkan akan) masuk ke dunia kerja.

Bekerja dan memperoleh penghasilan sendiri menjadi idaman banyak orang. Kemudian bisa beli rumah, bisa hidup mandiri ... kira-kira sama deh seperti impian Kaluna di film Home Sweet Loan.

Namun, sama seperti Kaluna, tantangan yang dihadapi juga banyak. Tantangan yang dihadapi setiap orang bisa saja berbeda-beda, tetapi umumnya ada tiga.

Pertama, gaya hidup. Kalau kata perencana keuangan, biaya hidup itu murah. Yang mahal adalah gengsi dan gaya hidup.

Kedua, posisi sebagai generasi sandwich. Anak muda yang baru mulai bekerja harus menanggung beban keuangan keluarganya.

Sering kali bukan hanya menanggung orang tua, tetapi juga kakak, adik, keponakan, dan semesta keluarga besar. Kalau nanti ia sendiri berkeluarga, tentu saja ia juga harus menanggung biaya hidup keluarga kecilnya sendiri.

Posisi sebagai generasi sandwich ini juga yang dihadapi oleh Kaluna dalam film yang diangkat dari novel Home Sweet Loan karya Almira Bestari.

Ketiga, penghasilan yang sangat pas-pasan sehingga harus jungkir balik untuk ngepas-pasin dengan biaya hidup minimal.

Tantangan berat, memang, karena kalau ringan namanya tentengan. Yang perlu dilakukan adalah berusaha berkepala dingin dan menyusun rencana keuangan.

Mengenal Generasi Sandwich

Generasi sandwich (sandwich generation) bukanlah istilah baru. Dorothy Miller, seorang profesor di Universitas Kentucky, USA, memperkenalkan istilah tersebut pada tahun 1981.

Ketika itu, istilah sandwich generation mengacu pada perempuan usia 30-40 tahun yang bekerja sekaligus mengasuh anak, memenuhi kebutuhan keluarga, orang tua, dan sebagainya.

Tahun 2020-an penggunaan istilah generasi sandwich semakin populer di berbagai penjuru dunia. Tidak lagi terbatas pada perempuan bekerja, tetapi juga pada laki-laki.

Apa sebab muncul generasi sandwich ini?

Generasi sandwich tidak muncul secara tiba-tiba dari dalam cangkang Kinder Joy. Keberadaan mereka dimulai dari generasi di atas mereka, yaitu generasi orang tua (bahkan kakek nenek).

Semua pasti ada sebabnya. Nah, berikut ini hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya generasi sandwich.

  1. Kurangnya persiapan generasi atas dalam merencanakan dan mengelola keuangan.
  2. Tingginya biaya hidup yang tidak sebanding dengan penghasilan, sehingga generasi atas tidak bisa mengalokasikan dana untuk masa tua.
  3. Tingginya biaya pendidikan yang membuat alokasi keuangan tersedot ke sana dan tidak tersisa untuk mempersiapkan masa pensiun.
  4. Utang generasi atas yang belum lunas hingga masa tidak produktif, sehingga anak harus membantu melunasinya.
  5. Orang tua sakit berkepanjangan. Perawatannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena tidak semuanya ditanggung oleh BPJS.
  6. Force majeur. Terjadi hal-hal di luar dugaan dan di luar kuasa generasi tua sehingga menghabiskan harta benda dan dana cadangan.
  7. Generasi tua yang sejak muda memang malas bekerja. Mereka menganggap anak adalah investasi yang akan menanggung hidup mereka ketika tua nanti.

Sandwich memang lezat. Namun, menjadi generasi sandwich ternyata tidak lezat.

Baca Juga: Bahasa Marketing yang Menyebalkan

Mengelola Keuangan bagi Generasi Sandwich

Cara mengelola keuangan
Tanpa ketegasan, generasi sandwich akan semakin tertekan.

Memang tidak mudah menjadi generasi sandwich. Di sisi lain, mereka juga harus mempersiapkan diri agar tidak menciptakan generasi sandwich yang baru.

Mau tahu apa yang sebaiknya generasi sandwich lakukan untuk mengelola keuangan dan masa depan mereka?

Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan oleh generasi sandwich untuk mengelola keuangan mereka.

1. Komunikasi dengan keluarga

Jika masih single, berarti bicarakan dengan orang tua. Jika sudah menikah, berarti pasangan juga perlu dilibatkan.

Sampaikan bahwa uang yang diperoleh dari bekerja diperuntukkan bagi berbagai kebutuhan. Bukannya tidak mau membantu lebih, tetapi semua ada alokasinya masing-masing.

Lebih-lebih jika baru mulai bekerja dan penghasilan masih pas-pasan untuk kebutuhan sendiri.

2. Mengalokasikan dana

Penting sekali menentukan pos-pos alokasi dana. Berapa persen untuk menabung, untuk transportasi, untuk kebutuhan sehari-hari, untuk orangtua, dan sebagainya.

Dengan begitu, penghasilan yang diperoleh bisa digunakan sesuai kebutuhan.

3. Menabung

Setiap orang memiliki tujuan keuangan. Tujuan itu dapat dicapai, salah satunya dengan menabung. Menabung dilakukan di awal mendapat penghasilan, bukan di akhir.

Menabung di akhir biasanya hanya berupa sisa-sisa uang, bahkan bisa-bisa tak ada yang bisa ditabung karena sudah habis untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan.

Agar bisa menabung di awal, ada baiknya menggunakan tabungan serta fitur autodebit yang disediakan oleh bank.

Jadi, setiap tanggal yang telah ditentukan, uang dari rekening akan otomatis terdebit masuk ke tabungan berjangka sesuai dengan nominal yang juga telah ditentukan.

Tabungan berjangka ini hanya bisa diambil setelah waktu tertentu. Misalnya 5 tahun, 10 tahun, atau 20 tahun.

4. Investasi

Investasi untuk mencapai tujuan keuangan
Menabung dan berinvestasi untuk masa depan.

Generasi sandwich juga bisa berinvestasi. Investasi tak harus dilakukan langsung dalam jumlah besar.

Sekarang investasi bisa dilakukan dengan nominal kecil lebih dahulu. Asalkan disiplin melakukannya secara rutin, pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit akan terbukti.

Misalnya, menabung emas dan reksadana yang bahkan bisa mulai dari Rp 10.000. Begitu juga dengan menabung saham. Namun, karena menabung saham termasuk high risk, pastikan untuk mempelajari ilmunya terlebih dahulu.

5. Mempersiapkan dana pensiun

Sebagai generasi sandwich, tentu paham betul jungkir baliknya mencari uang dan memenuhi kebutuhan keluarga besar.

Mempersiapkan dana pensiun (terlebih jika bukan ASN atau menjabat sebagai anggota dewan) wajib dilakukan sebagai upaya untuk tidak menciptakan generasi sandwich yang baru.

Baca Juga: Kenapa Banyak Rumah Kosong

Penutup

Tidak ada yang mau menjadi generasi sandwich. Namun, jika memang menjadi generasi sandwich, tetaplah bersemangat.

Semangat bekerja, semangat mengelola keuangan, serta semangat untuk tidak ikut menciptakan generasi sandwich.
 

Referensi

Detik.com https://www.detik.com/jabar/jabar-gaskeun/d-7080290/mengenal-sandwich-generation-pengertian-dan-penyebab Diakses tanggal 11 Oktober 2024.

11 komentar

  1. Kalo roti sandwich sih enak ya, bisa ngenyangin. Nah ini generasi sandwich bikin pusing. Apalagi penghasilan pas-pasan, kepala bisa pecah. Pokoknya solusi terbaik ya banyakin uang, biarpun jadi generasi sandwich, nggak masalah, soalnya uangnya banyak, hahaha 😂...

    BalasHapus
  2. Saya termasuk generasi sandwich nih, Teh. Haduh, banting tulang sejak lulus sekolah sampai sekarang, semua habis buat pemenuhan kebutuhan keluarga aja. Ga ada buktinya sama sekali
    Tapi yaitu tadi, mungkin karena kita ini udah dicekoki kalau membantu orang tua dan saudara itu bentuk bakti dan sedekah. Hehe

    BalasHapus
  3. Menjadi generasi sandwich memang hal yang sulit. Apalagi bila orang tuanya tidak mau tahu urusan atau keperluan anaknya. Maunya apapun kebutuhan mereka dipenuhi. Tidak perduli apakah keuangan anaknya mencukupi atau tidak.
    Rasanya tuh kayak udah nggak bisa lagi mengatur keuangan sendiri. Bahkan kebutuhan sendiri pun jadi nomor sekian untuk dipenuhi. Miris sekali.

    BalasHapus
  4. Generasi sandwich ... Jadi ingat si anu yang rela buang istri demi berbakti sama ortu. Yach maklum istri kan saluran pengeluaran cucu doang buat ortunya. Habis itu udah gak ada gunanya. Salut banget kan berbakti banget sama ortu
    🤭

    BalasHapus
  5. Berinvestasi bisa jadi langkah apik biar tetep punya penghasilan di luar pendapatan bulanan ya. Sehingga generasi apapun, bisa nih mencoba cara ini.

    BalasHapus
  6. Bener banget tuh kak. Jadi sandwich generation emg hrs bs atur keuangan. Soalnya yang dipikirin bkn kita sendiri, tapi jg anak/sodara, bahkan ortu. Kesel sih tapi ya hrs dijalani biar keluarga kita tetap utuh. Yg pasti komunikasikan dgn keluarga utk pembagian keuangannya. Pokoknya jgn sampe nggak adil lah ya.

    BalasHapus
  7. Pernah di posisi sebagai generasi sandwich dan memang butuhh manajemen keuangan yang benar-benar kuat agar tetap bisa stabil dan terkontrol. So lucky sekarang adik sudah selesai masa pendidikan dan mendapat pekerjaan yang baik sehingga masa itu terlewati juga

    BalasHapus
  8. Ngerasain banget sih suamiku, aku sebagai istri juga kadang2 ngga ikhlas ngga rela gitu :(( karena prioritasnya juga beda ama keluargaku.. mending buat renov rumah daripada jalan2, nah hal2 kecil kek gitu itu yg bikin aku gedegg bangett kalo apa2 yg nanggung harus suami :(

    BalasHapus
  9. Tidak seperti Kaluna yang anak terakhir, namun tetao beban keluarga kudu dia yang nanggung. Kalau di keluargaku, karena aku menikah dengan anak pertama, ya akhirnya bisa dikatakan, jadi Generasi sandwich juga.
    Ini menurutku masih masuk akal karena memang tanggungjawab kakak pertama yaa..

    Aga miris, tapi semoga masih bisa memenuhi tujuan keuangan dan sedikit foya-foya untuk kebahagiaan.

    BalasHapus
  10. Kayaknya jadi generasi sandwich ini udah turun temurun yaaa.. Namanya nasib ga ada yang tau kan yaa.. Ada yang orangtuanya kaya tujuh turunan, sayangnya ya itu cuma tujuh turunan, sehingga turunan ke8 udah ga dapet hehehe...canda. Maksudnya, ortu udah nyiapin segala sesuatunya, namun terkadang keturunannya tidak bisa melanjutkan keberlangsungan kesejahteraan keluarga. Jadi tidak bisa semata2 dipandang dari sisi si penerima beban ini.

    BalasHapus
  11. Memang berat menjadi generasi sandwich apalagi dalam kondisi perekonomian seperti sekarang ini, ditambah lagi biaya pendidikan yang juga menyedot dana. Sebagai orang tua, jangan sampai deh punya cita-cita menggantungian kebituhan hidup pada anak..

    BalasHapus

Komentar dimoderasi dulu, ya. Terima kasih.

Hijab for Sisters